2010-03-11

PERJALANAN INI SEPERTINYA TELAH USAI

Perjalanan ini sepertinya telah usai, perjalanan terbaikku sumur hidupku. Perjalanan ini telah mengajariku dan memperkenalkanku berbagai macam hal. Perjalanan yang telah membuka mataku kepada ciptaan tuhan yang begitu indah.

Survei telah usai, pilpres telah terlaksana dengan menghasilkan salah satu pasagan terpilih dengan proses yang cukup demokratis. Perjalananku sebagai interviewer politik telah usai pula. Lembaga Survei Indonesia telah menghadiahkanku perjalanan yang amat menyenangkan. Sebuah perjalanan mengelilingi Jawa Barat yang sekarang hanya tinggal kenangan manis yang takkan pernah terlupakan.

Dulu rumahku adalah bis kota. Pulang-pergi Jawa Barat-Jakarta sebagai interviewer politik, keluar masuk desa mencari data, nginap sana nginap sini tidak tahu malu dan sering merepotkan, tidak jarang pula meresahkan dan membuat takut masyarakat desa. Namun semua itu sekarang menjadi bahan renungan dan kenangan manis yang cukup berharga dalam hidupku.

Aku banyak melihat ciptaan tuhan beserta hikmahanya, seperti tanah persawahan yang begitu hijau dan indah, burung-burung bermain-main diatas tangkai padi, para petani berbaris beranjak menuju aktifitasnya. Disamping sawah tersebut terdapat sungai jernih dan bersih untuk irigasi dan melepas lelah. Tidak jarang pula aku melewati gunung dan bukit. Aku tak ubahnya ninja hattori yang mendaki gunung dan melewati lembah. Pernah aku mengalami perjalanan yang mendebarkan disebuah jalan kecil diantara jurang yang terjal, yang mana jika aku kehilangan keseimbangan mungkin sekarang aku hanya tinggal sebuah nama. Pernah juga aku melewati jalan koral parah selama empat jam menuju desa terpencil diatas gunung dengan biaya ojeg seratus lima puluh ribu rupiah. Selain itu aku juga sering melewati pegunungan kapur, bukit dan hutan. Pernah seketika ketika aku berjalan di hutan aku dan tukang ojeg sempat berhenti sejenak karena terdapat ular yang sedang melintasi jalan hutan.

Pernah juga aku berjalan melewati kebun teh yang luas dan indah. Aku berjalan kaki menanjak menuju kampung terpencil di atas bukit. Perjalanan sangat melelahkan, tetapi semua itu terobati dengan sejuknya suasana kebun teh dan sikap ramah para pemetik teh yang terampil. Sungguh pemandangan yang amat jarang kutemui.

Suatu kali aku pernah ke kabupaten Cianjur Selatan. Lokasi yang paling ditakuti oleh para peneliti lapangan. Perjalanan melewati beberapa gunung dengan jalan berkelok-kelok yang membuat perut mual. Aku bertugas di desa terpencil yang belum terjamah listrik. Beberapa warga menggunakan tenaga kincir air sebagai pembangkit listrik dan ada juga yang memakai tenaga surya pemberian pemerintah jepang untuk penerangan ala kadarnya. Tempat itu tak ubahnya hutan desa, disekelilingnya hutan, sangat gelap dan mencekam tentunya pada malam hari.

Perjalananku juga sampai kesebuah daratan tinggi yang amat indah, daerah lembang Bandung. Daerah impain bagi semua orang. Daerah sejuk dengan persawahan terasiring penghasil sayuran. Setiap malam aku melihat gemerlap kota bandung dari atas bukit. Lampu berwarna-warni menghiasi kota itu. Sungguh indah dan eksotis kota bandung jika dilihat dari atas. pernah juga aku bertugas di sebuah gunung yang sangat indah, banyak sungai di tempat tersebut. Aku kenal dengan salah seorang pemuda, kami dekat sekali dan sampai saat inipun kami masih sering berkomunikasi. Yang paling berkesan dengan pemuda tersebut adalah dia mengajakku mencari ikan sepanjang hari menyusuri sungai bersama teman-temannya. Sungguh sangat mengasyikkan. Ketika itu aku sempat bergumam, aku kesini bertugas apa mencari ikan ya.. Ha ha ha... Dan masih banyak tempat lain yang cukup memberiku kesan positif, seperti di perkampungan tepi laut, dll.

Yang menarik dan membuatku betah adalah ternyata masyarakat di desa-sesa itu sangatlah ramah sekali. Mereka menganggapku keluarga sendiri. Tidak jarang aku keluar masuk rumah warga untuk menginap, numpang makan, dll. Mereka sangat apresiatif dengan kedatanganku sebagai mahasiswa walaupun tugas ini bukan untuk kepentingan studiku. Aku tak jarang berdialog dengan mereka, berbagi pengalaman, memberi pencerahan, bahkan tidak jarang aku memberikan mereka semangat untuk hidup. Mereka adalah masyarakat yang baik. Tidak jarang aku diberi makan oleh mereka, dan seingatku aku selalu lahap jika makan di rumah para warga. Entah karena kecapean atau memang masakan mereka enak dan alami. ketika proses wawancarapun aku sering disuguhi makanan ringan dan minuman penawar lelah. Aku pernah makan gula aren “gula merah” yang masih hangat dan baru diangkat dari penggorengan. Sungguh nikmat sekali. Maklum warga disitu kebanyakan petani aren. Mereka memanfaatkan pohon kaung (enau) yang tumbuh liar di setiap sudut kebun mereka. Setiap pagi mereka menyadap getah aren untuk diolah menjadi gula merah dan dijual murah kepada para tengkulak.

Masyarakat desa pada umunya sangat ramah, semangat sosialnya masih tinggi, warga satu kampung terasa keluarga sendiri, saling kenal dan saling membantu. Mereka kebanyakan petani sawah dan hutan (tumpang sari). Mereka mengandalkan tanah garapan untuk dapat bertahan hidup. Mereka berangkat pagi sekali dan pulang menjelang petang. Pekerjaan mereka berat. Tidak semua orang bisa bekerja seberat mereka. Tetapi mereka selalu bersyukur sekecil apapun rezeki mereka dan menurut pengalamanku sangat jarang mereka mengeluh atau sedih yang mendalam jika terjadi musibah pada kehidupannya. Mereka sangat bertawakal pada kehidupannya.

Banyak hikmah dan kesimpulan yang saya petik dari perjalanan saya tersebut diantaranya adalah:

Pertama: saya banyak melihat ciptaan Allah, dan semua ciptaan Allah itu tidaklah batil. Benar adanya bahwa Allah menyediakan rizki dari langit dan bumi. Apa yang tumbuh di hutan maupun pegunungan semuanya bermanfaat sebagai rizki untuk saudara kita dipelosok. Sebagai contoh para petani hutan yang mengandalkan pohon enau (kaung) yang konon pohon ini tumbuh secara liar. Mereka menyadap airnya untuk dijadikan gula merah, buahnya bisa mereka jadikan kolang-kaling dan laris sekali menjelang bulan ramadhan, daunnya bisa dimanfaatkan menjadi atap gubug atau rumah-rumah adat yang kita sering temui di banten (Badui), atau bisa juga digunakan untuk membuat sapu lidi, dan pohonnya pun bisa menghasilkan aci (sejenis tepung untuk membuat kue). Sungguh bermanfaat pohon itu untuk kelangsungan hidup saudara kita di pelosok. Belum lagi jenis-jenis pohon yang lainnya yang juga tidak kalah bermanfaat untuk kehidupan kita semua. Lalu hutan-hutan lebat yang penuh beraneka tanaman yang terkesan menakutkan dan mencekam itu ternyata berfungsi menjadi penyeimbang alam. Lihatlah di kota, hiruk-pikuk dikota ternyata memberi sumbangan yang besar kepada gobal warming. Nah hutan-hutan itu berfungsi sebagai penyeimbang alam sehingga global warming bisa sedikit di kendalikan. Dan masih banyak lagi manfaat-manfaat yang lainnya.

Kedua: semangat hidup yang tidak pernah putus asa. Ya.. mereka tidak pernah putus asa untuk menjalani hidup, walaupun sangat kecil dan tidak seberapa rezeki yang mereka dapatkan. Hanya untuk makan sekedarnya mereka harus pergi pagi pulang petang. Mereka harus merasakan sengatan terik matahari diantara pesawahan, harus masuk hutan yang amat jauh untuk bertumpang sari, dll. Mereka hidup sangat sederhana. Mereka tidak banyak keinginan dan cita-cita seperti kita. Mereka hanya berusaha mempertahankan hidup dan tidak pernah bersedih dan mengeluh akan itu semua. Semangat mereka untuk memberi amat tinggi. Jika aku menginap dirumah mereka, mereka selalu mencarikan sesuatu untuk menghormati tamunya tanpa mempedulikan apa yang akan mereka makan nanti. Sungguh nuansa itu begitu damai dan menyentuh kalbu. Aku kadang berpikir, berusaha sedikit saja untuk hal yang besar kadang aku malas atau tidak mampu melakukannya. Berbeda sekali dengan mereka, usaha yang besar hanya untuk mengisi perut. Mereka tidak terpikir untuk mencari kebutuhan sekunder, atau mencari kebahagiaan lain dalam hidup mereka.

Yang ketiga: masyarakat desa adalah abdi negara yang terabaikan. Mereka adalah petani yang mensuplai kebutuhan primer kita. Kita hanya tahu bahan makanan dapat kita beli di supermarket dan pasar tradisional dengan harga yang lumayan terjangkau oleh kita. Tapi apakah kita tahu keluh kesah petani disana? Pernah aku bertugas ke kabupaten garut, tepatnya di desa Sukahurip Kec. Pangatikan. Desa tersebut adalah desa pertanian. Masyarakatnya mayoritas petani sayuran. Ketika saya melakukan interview mereka mengadu akan kebutuhan pertanian yang melambung tinggi dan anjloknya hasil panen mereka. Bayangkan buah tomat 1 kilo hanya dihargai 200,- rupiah saja oleh para tengkulak. Coba bayangkan kalau kita beli tomat sekilo di swalayan atau pasar tradisional, tentu harganya sudah berlipat-lipat. Bahkan kepala desa sempat mengatakan: ada sebagian petani yang tidak memanen hasil cocok tanamnya dan membiarkan begitu saja hingga membusuk karena setelah dikalkulasikan ongkos memanen dengan hasil panen tidak sepadan. Maklum tempat mereka dataran tinggi dan sawah mereka dipelosok-pelosok sehingga membutuhkan biaya lebih besar untuk transportasi pengangkutan hasil panen. Selain itu bukan rahasia lagi tengkulak atau pengepul lebih diuntungkan daripada petani. Sungguh miris, seharusnya petani harus lebih sejahtera dibandingkan kita. Kita harus menyadari bahwa perhatian pemerintah kepada sektor pertanian masih sangat kurang. Pemerintah tidak berhasil mensubsidi bahan pertanian sehingga terjangkau oleh para petani. Pemerintah juga belum bisa berswasembada hasil pertanian sehingga para petani kita tidak mendapatkan harga panen yang layak. Indonesia sepertinya terjebak oleh impor pangan karena kurang mampu memaksimalkan potensi pangan lokal, (baca kompas 24-8-2009).

Lalu selanjutnya adalah perangkat desa. Perangkat desa didaerah-daerah terpencil sama sekali belum mendapatkan imbalan yang layak dari pemerintah. Menurut pengalamanku, mereka lebih banyak mengeluarkan keringat daripada penghasilannya. Padahal pekerjaan mereka juga teramat berat. Mereka berkewajiban mengurusi warga, melindungi warga, dan bertanggung jawab sepenuhnya bila terdapat masalah. Imbalan untuk mereka hanyalah tanah bengkok dan sumbangan pemerintah daerah, itupun terlalu kecil dan hanya mereka dapatkan tiga bulan sekali. Lihatlah para pegawai negeri di kelurahan pada kota-kota besar, terkadang mereka hanya duduk-duduk dikantor dan gaji siap mereka terima setiap bulannya. RT dan RW pun mendapatkan imbalan yang layak. Pernah saya bertanya kepada Ketua RT disebuah desa terpencil, dia hanya mendapatkan 10.000,- selama sebulan. Padahal pekerjaannya juga tidak kalah berat dibandingan para ketua RT di kota.

Yang keempat: sebenarnya alam ini seimbang tetapi manusia itu sendirilah yang merusaknya. Sebenarnya alam ini damai, sejuk, dan menentramkan. Saya sangat betah sekali jika mendapat tugas di desa-desa terpencil. Karena disamping pemandangannya indah dan natural, saya bisa menghirup udara yang benar-benar bersih dan higenis yang tentu menyehatkan tubuh. Tidak aneh lagi di desa memang masih bersih dan alami. Udaranya menyegarkan dan menyehatkan. Sungai masih sangat bersih sehingga memungkinkan digunakan untuk mandi, mencuci, memasak dll. Seluruh pernak-pernik alam tampknya bersahabat dengan manusia dalam memberi kebutuhan dan kenyamanan. Itulah sebenarnya sejatinya alam. Tapi belakangan ini kita dihadapkan kepada masalah-masalah alam yang mengancam kehidupan manusia, seperti global warming, banjir, musibah situ gintung dll. Kalau ditelisik sampai pada akarnya, masalah itu timbul disebabkan oleh kelalaian manusia itu sendiri. mereka berkreasi dan berinovasi dalam menghiasi modernitas tanpa memperdulikan kepentingan alam. Tidak jarang kreatifitas manusia mengganggu stabilitas alam dan mengabaikan hak-haknya. Global warming disebabkan oleh manusia yang terus-menerus mengembangkan teknologi tanpa mempertimbangkan dampaknya. Banjir di Jakarta karena tidak ada tempat yang cukup bagi alam untuk eksis, tidak ada resapan, rumah terlalu padat, pembuangan sampah dan limbah di sungai dan selokan. Dll.

Ya itulah hikmah dan kesimpulan yang aku dapatkan selama perjalananku mengemban tugas. Sungguh mengasyikkan. Alam desa nan alami adalah dunia impianku. Dunia dimana aku ingin menghabiskan hidup dan pengabdianku. Alam impian yang terinspirasi dari jiwa yang cinta kedamaian. Alam impian yang tergugah dari sosok seorang jelita. Semoga peraduanku berakhir disana. Dan ada satu lagi hadiah dari perjalanan itu yang membuatku cukup bahagia; aku mampu dengan cukup lancar berbicara bahasa sunda karena terlalu seringnya berinteraksi dengan warga parahiangan. Semoga perjalananku bermanfaat dan menjadi inspirasi dalam berkreasi dan menjadi bekal melangakah meneruskan perjalanan hidup yang masih sangat panjang. Amin.. (Ahfa R Syach)

Read More..

YANG DINILAI DAN MENENTUKAN PERINGKAT ADALAH USAHA

Kehidupan ini sangat variatif, dari sisi strata sosial, pekerjaan, pendidikan, dan kebahagiaanpun juga sangat variatif. Semuanya beraneka, tapi sebenarnya peringkat atau yang terbaik dari mereka tidak bisa dipandang dan dinilai dari satu perspektif. Tetapi dengan sifat manusia yang sangat terbatas, yaitu penilaian mereka yang teramat subjektif dan tidak proporsional, mereka tidak mampu melihat hal itu semuanya dengan menyeluruh dan bijak.

Ya.. ukuran manusia sukses versi manusia itu sendiri adalah kekayaan dan jabatan. Manusia yang mempunyai finansial yang melimpah atau menduduki jabatan yang mewah dianggap orang besar, orang yang berhasil, orang yang paling istimewa dan terhormat diantara mereka sendiri. Sebenarnya itu semua salah. Kita harus sadar bahwa pada satu titik kita harus mengakui bahwa peluang dan kondisi titik tolak kita berbeda. Sebagai contoh ada orang yang dilahirkan dari seorang direktur dan satu lagi anak petani miskin dikampung. Lalu dua anak tersebut menjalani proses hidupnya masing-masing. Anak direktur yang punya segalanya tentu bisa sekolah di sekolahan faforit, punya banyak fasilitas belajar, bisa kuliah ke luar negeri, dan selanjutnya dia bisa bekerja di perusahaan manapun karena banyak relasi atau bekerja di perusahaan milik ayahnya sendiri. Lalu anak petani dengan keterbatasan segalanya, dia hanya mampu lulus SD atau paling mentok lulus SMP. Itupun hanya di sekolahan biasa, paling SD Inpres atau SMP satu atap yang masih sering kita jumpai di pelosok-pelosok. Dia tidak punya akses dan kemampuan yang cukup, sehingga pada akhirnya... ikut orang tua ajalah ke sawah bantu nyangkul atau ngasih makan kebo buat bajak sawah.

Lalu sampai pada cerita ini, dua duanya telah menjadi orang dewasa dan berprofesi. Satu seorang direktur karena telah menggantikan ayahnya yang pensiun, dan satu lagi menjadi petani yang pantang menyerah untuk menghidupi anak istri. Tentu menurut versi manusia yang tidak bijak, direktur lebih keren, lebih bermartabat, lebih sukses, dll. Tapi tunggu dulu.. bisa saja direktur itu sukses karena kerja keras bawahannya. Dia hanya leha-leha di kursi goyang khusus direktur karena warisan orang tua. Untuk sambutanpun mungkin dia punya asisten pribadi atau staff ahli. Usaha dan pengorbanan yang dia keluarkan untuk pencapaian ini tidak terlalu banyak karena diuntungkan oleh kondisi. Lalu mengenai sang petani; dia mati-matian membeli pupuk yang tidak terjangkau, pergi subuh pulang maghrib untuk mencangkul dan membajak. Terik matahari sudah tiada panas bagi dia karena sudah terlalu biasa. Usahanya sudah terlalu berlebihan sehingga mengabaikan fisik dan kesehatan. Ketika datang panen harga kebutuhan pokok menurun drastis karena pemerintah kurang memperhatikan kepentingan para petani. Apakah ini adil jika sang direktur dinilai lebih berperingkat dan lebih baik. Dia sukses dengan usaha yang tidak terlalu berarti daripada sang petani bekerja mati-matian walaupun pada profesi yang paling rendah menurut banyak orang. Tentu banyak kecilnya usahalah yang paling pantas untuk menilai mana diantara keduanya yang lebih berperingkat. Atau jika cerita ini dibalik, sang direktur yang rajin, dan petani yang malas, tentu yang lebih berperingkat adalah sang direktur. Atau contoh lainnya begini, satu orang kampung miskin, satu orang kaya di kota. 35 tahun kemudian mereka berdua mampu menjadi direktur. Mana yang paling berperingkat? tentu anak orang miskin di kampung. Karena tentu usahanya lebih keras daripada anak orang kaya. Seperti memeras otaklah, melawan aruslah, pontang-panting nyari beasiswalah, dll. Berbeda dengan anak orang kaya yang tinggal belajar dan memaksimalkan fasilitas. Karena memang titik tolak itulah yang akan menentukan peluang dan rintangan untuk menggapai sesuatau. Jadi intinya bukan profesi yang menjadi ukuran dan sumber nilai, tetapi sejauh mana usaha yang dikeluarkan dalam profesinya masing-masing. Wa anna laisa lil insani illa ma sa’a. Wa anna sa’yahu saufa yuro. tsumma yujzahu jazaal aufa. Amiinn.. (QS. An- Najm, 139-141) (Ahfa R Syach)

Read More..

MANUSIA BERANGKAT DARI KONDISI DAN PELUANG YANG BERBEDA

Agak salah jika ada orang berpendapat bahwa; semua hal bisa diraih jika mau berusaha, atau usahalah yang menentukan segalanya. Menurut hemat saya, manusia muncul di dunia mengalami 2 tahap yaitu tahap pasif dan tahap aktif. Tahap pasif adalah sebuah tahapan dimana manusia hanya mampu menerima input. Dia tidak sadar, tidak bisa menolak atau menerima, dia belum bisa menentukan mana benar dan mana salah. Pada masa inilah kualitas manusia itu ditentukan oleh orang terdekat yang mengurusinya. Dalam hal ini orang tua atau orang tua asuh. Dan masa aktif adalah masa dimana manusia mulai mengerti tentang kehidupan, baik buruknya, mulai sadar apa yang terbaik untuk dirinya. Masa ini saya istilahkan sebagai “titik tolak”. Kualitas pada masa ini adalah merupakan hasil dari input yang didapatkan pada masa pasif. Masa pasif adalah masa manusia tersebut masih berupa sperma (nutfah), lalu darah (A’laqoh), lalu segumpal daging (Mudgah) sampai dia lahir menjadi balita lalu menjadi anak yang siap melewati hidup dengan bekal yang ada. Dalam masa ini kualitas manusia itu ditentukan oleh orang lain yang sama sekali tidak bisa diganggu gugat oleh manusia (dia) itu sendiri. Jika orang tuanya mampu menjaga kandungan dengan baik, melaksanakan teori kesehatan, lalu setelah lahir dia didik sesuai dengan teori psikologi dan pendidikan anak dia akan memiliki fisik mental yang normal (baik). Sehingga dengan perlakuan seperti itu dia akan menjadi anak istimewa. Nah jika begitu, dalam masa aktif dia bertolak dari titik yang baik. Berbeda sebaliknya-dalam contoh lain; ada manusia yang mendapat perlakuan yang kurang baik ketika menjadi janin, lalu setelah lahir dididik dengan kekerasan, orang tuanya terlalu miskin sehingga tidak mampu memberikan fasilitas untuk menopang masa depannya, dan lain sebagainya. Tentu kita tahu dalam banyak literatur ilmu kesehatan dan psikologi, hal itu bisa mengakibatkan anak yang kurang sehat dan normal secara fisik dan mental (psikis). Lalu ketika dia beranjak memasuki masa aktif dia bertolak dari titik yang kurang menguntungkan.

Nah setelah mereka sampai pada masa aktif, disinilah mereka kenal dengan kata usaha yang akan mengantarkan mereka menuju keinginan (cita-cita) mereka masing-masing. Seorang manusia yang bertolak dari titik yang menguntungkan, tentu dia lebih banyak punya peluang untuk meraih masa depannya. Tidak ada hambatan dan tidak ada masalah mendasar yang mengganggunya untuk terus mengejar impian. Berbeda dengan anak yang titik tolaknya kurang menguntungkan tentu dia akan mengalami banyak problema dan rintangan untuk menuju cita-citanya. Apalagi dampak dari masa pasif begitu parah seperti cacat fisik, jiwa, masalah neurosis atau psikosis. Ya, dari pemikiran inilah judul artikel ini saya temukan.

Tuhan memang menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk, dan sebaik-baik keadaan, tapi manusia yang dimaksud adalah janin. Dari sinilah peran orang tua atau orangtua asuh untuk membentuk janin itu mulai dimainkan.

Manfaat dari tulisan ini adalah agar kita jangan terlalu risih, mendiskreditkan, atau menghina kepada orang yang tidak terlalu beruntung dibandingkan kita, seperti pengemis, anak autis, rekan-rekan kita yang suka murung, pendiam, susah bergaul, tidak normal (gila) dan lain-sebagainya. Karena siapa tahu itu bukan kesalahan dia sendiri, tetapi memang karena titik tolaknya yang kurang baik sehingga hal itu sangat mempengaruhi kehidupannya sekarang ini. Selain itu agar kita tidak terlalu depresi menghadapi kekurangan diri. Mungkin dengan proses yang sedemikan ini tuhan ingin menempatkan kita dalam kondisi dan keadaan yang berbeda. Mungkin kesempatan kita berada pada kesempatan atau hal lain tergantung dengan potensi kita. Jangan terlalu iri dengan kelebihan orang lain, karena itu sangat tidak bermanfaat. Tugas kita hanya berusaha sekuat tenaga dalam kesempatan yang kita miliki. Masalah perbedaan takdir dan nasib itu adalah urusan pencipta yang masih merupakan pertanyaan besar sampai saat ini. Mungkin dalam kehidupan akhirat kelak ada kompensasi final yang membuat seluruh manusia dalam berbagai nasib merasa puas dan menganggap tuhan fair...Wallahu A’lamu Bisshowab. (Ahfa R Syach)

Read More..

KEHIDUPAN ADIL JIKA PENGHITUNGAN MELIBATKAN AKHIRAT

kehidupan adil jika penghitungan melibatkan akhirat karena keduanya saling berhubungan dalam membuktikan keadilan tuhan. dunia saja tidak cukup dan terkesan tidak merata antara nikmat dan derita. di akhirat mungkin ada kompensasi final yang membuat seluruh manusia dalam berbagai nasib merasa puas dan menganggap tuhan fair........

Ya.. nasib manusia memang berbeda, peluang mereka berbeda, kenyamanan manusia untuk hidup juga berbeda. Ada orang yang tertindas, terbunuh, teraniaya, ada pula orang yang hidupnya lurus dan bahagia tanpa ada hambatan yang berarti. Ada yang lahir dengan keadaan normal dan sehat, ada pula yang lahir dengan keadaan memprihatinkan, seperti cacat fisik dan lain sebagianya. Ada yang selamat dari bencana ada pula yang menjadi korban dalam bencana. Itu semua sudah diluar usaha manusia untuk mencari keamanan dan kenyamanan untuk diri mereka sendiri.

Tuhan menciptakan manusia semuanya sama, tapi itu ketika berupa embrio, setelah itu berlakulah hukum sebab akibat yang diolah oleh manusia itu sendiri. Orang yang diperlakukan dan memiliki orang terdekat yang menguntungkan dia akan menjadi orang yang beruntung pula, berbeda dengan sebaliknya. Dalam kehidupan ini berlakulah sebab akibat, dan sebab akibat tidak menimpa secara merata kepada manusia. Semuanaya bersifat kebetulan, dan tuhan hanya melihat dan memperhatikan dari arsy-Nya. Dia hanya akan membantu apabila ada upaya keras dan doa yang dikirimkan oleh hambanya. Itupun tidak sepenuhnya melegakan manusia, upaya keras dan doa hanya bisa menjelma menjadi perubahan kecil dan hiburan semata.

Itu pendapat penganut qodariah. Apalagi jabariah, sungguh tidak adil beraneka posisi dan kenyamanan manusia digerakkan sepenuhnya olehnya. Kita tidak punya pilihan untuk menjadi seperti orang lain. Semuanya mengacu kepada prinsip kebetulan.

Hal inilah yang mungkin menjadi alasan kenapa tuhan menciptakan tingkatan surga dan neraka yang berbeda-beda sehingga dia bisa membuktikan nama abadinya dalam asmaul husna (al adlu). Ataukah mungkin di akhirat ada kompensasi final yang membuat seluruh manusia dalam berbagai nasib merasa puas dan menganggap tuhan fair dengan cara yang belum kita ketahui, karena akhirat fisik atau non fisik itu merupakan rahasia yang masih diperdebatkan. wallahu ‘a’lam bisshowab (Ahfa R Syach)

Read More..

JANGAN MENCARI KEBAHAGIAAN YANG TIDAK ADA

Kehidupan tak ubahnya seperti rantai makanan, satu sama lain amat bergantungan. Kalau dalam rantai makanan terdapat jenis binatang dan tumbuhan, maka dalam rantai kehidupan terdapat beraneka profesi dan kedudukan. Seandainya seluruh manusia berada dalam keadaan yang sama, kehidupan ini tidak akan berjalan, maha suci tuhan yang telah menciptakan manusia dengan profesi dan kedudukan yang variatif sehingga kehidupan ini tampak dinamis.

Setiap manusia mempunyai peluang dan kesempatan masing-masing. Dalam kesempatannya itu terdapat potensi kesedihan dan kebahagiaan. Manusia itu sendirilah yang mampu menggalinya. Apakah ia mampu menggali kebahagiaan itu, atau ia hanya mampu menggali kesedihan dalam kesempatannya itu.

Manusia banyak yang belum bijak dan dewasa dalam memahami kehidupan. Ia selalu terbelenggu oleh rasa iri dan dengki. Ia selalu ingin merasakan kesempatan dan peluang orang lain. Ia tidak pernah mengetahui peluang dan kesempatannya sendiri yang sebenarnya juga mampu memberikan kebahagiaan baginya.

Sebenarnya tuhan telah menetapkan peluang dan kesempatan manusia. Nah dari situlah kata usaha selanjutnya bisa dimainkan. Sebuah usaha manusia hanya berlaku pada peluang dan kesempatannya masing-masing.

Salah satu tugas manusia adalah bersyukur atas pemberian tuhan, dan bersyukur salah satunya bisa dimanifestasikan dengan berbahagia dalam menjalani hidup. Manusia yang bijak dia akan mencari kebahagiaan yang ada pada dirinya, bukan bermimpi yang tidak realistis, karena banyak termenung mengharapkan sesuatu yang tidak ada hanya membuang waktu dan merusak diri sendiri.

Jika anda seorang petani, kebahagiaan anda adalah melihat padi yang mulai menguning, menghasilkan bahan pokok yang dibutuhkan banyak orang, menikmati alam yang masih natural, dan menikmati kehidupan sosial masyarakat yang penuh rasa kekeluargaan. Jika anda seorang seniman, maka kebahagiaan anda adalah membuat lukisan, desain, kaligrafi dan lain sebagainya.. serta rasa puas akan karya agung tersebut. Satukanlah jiwa anda kepada karya-karya anda sehingga anda begitu menikmati karya tersebut. Dan Jika anda seorang karyawan, kebahagiaan anda adalah menyenangkan atasan anda dengan pekerjaan dan prestasi anda yang gemilang. Begitu juga jika anda seorang musisi, dengarkanlah lagu-lagu yang merdu, lihatlah alam, refleksikanlah, lalu ciptakan lagu-lagu yang indah sebagai penyemangat hidup. Itulah kebahagiaan anda, setiap hal disamping anda pasti bisa memberikan kebahagiaan asal anda mau dan bisa mengolah dan menggalinya.

Tetapi jika keinginan anda adalah hal yang prinsipil, sebagai contoh anda ingin menikah tapi tak kunjung datang jodoh anda, padahal anda sudah sangat ingin menyalurkan rasa kasih sayang. Jika begitu, salurkanlah untuk sementara rasa kasih sayang anda kepada keluarga anda, rekan-rekan anda, handai tolan dll. Jangan bersedih, karena kebahagiaan yang anda inginkan itu pasti akan datang, asal anda tetap mau berusaha dan berdoa.

Hanya dengan itulah kita mampu melewati kehidupan yang penuh godaan ini. Percayalah pada diri anda bahwa anda mampu membuat kebahagiaan bagi diri anda sendiri sesuai dengan peluang dan kesempatan anda. Dengan begitu anda akan menjadi manusia yang pandai bersyukur sehingga kenikmatan anda akan dilipatgandakan olehnya. Lain syakartum laazidannakum walain kafartum inna ‘adzabi lasyadidi. Yang pasti kita semua harus ingat bahwa setiap profesi dan kedudukan manusia tentu terdapat nilai plus dan konsekwensinya. (Ahfa R Syach)

Read More..
SELAMAT DATANG.....!!! Happy Fun and Enjoy....

Mau menjelajah...?

Welcome...



Thanks For Joining

Selamat datang di sahara's community, sebuah blog pribadi, namun saya namakan sahara's community karena blog ini adalah rumah ilmu bagi siapapun yang mengunjungi blog ini, Blog ini adalah blog sastra, namun juga terdapat artikel umum hasil corat-coret tangan. semua makalah sastra yang tertulis adalah tugas-tugas kuliah selama menjadi mahasiswa di UIN Jakarta, semoga bermanfaat untuk referensi dan perbandingan. Bagiku .... dunia maya lebih indah dari pada dunia yang sesungguhnya..... salam


 

Design by Amanda @ Blogger Buster